Tajamnya lidah sering memicu kejadian tragis.
Awalnya mungkin karena marah, tersinggung, lalu keluarkata kata-kata
pedas dan menyakitkan. Kata berbalas kata, kemudian berakhir dengan
pertikaian fisik dan ini bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Repotnya
lagi, dampak dari ucapan tak sepenuhnya bisa direvisi. Karena
komunikasi memang bersifat irreversible, tak bisa ditarik kembali. " Once a word goes out of your mouth, you can never swallowit again"
kata sebuah pepatah. Ketika sadar bahwa kata-kata kita menyinggung
perasaan orang lain, kita akan mengatakan, "Maafkan saya." Dia mungkin
akan memaafkan, tapi sakit hatinya sulit diobati secepat itu.
Alkisah, ada seorang anak yang selalu menyusahkan orang lain dan
berkata sesuka hatinya kepada orang lain. Sang Bapak yang bijak mencoba
mengatasinya. "Anak ku lampiaskanlah kenakalanmu dengan menancapkan paku
ke kamarmu," kata sang Bapak. Anak itu mematuhinnya.Pada hari dia
melampiaskan itu, dia tancapkan satu paku di kamarnya. Begitu
seterusnya, hingga kamarnya penuh dengan paku. "Nak, sekarang belajarlah
mengendalikan sifatmu itu," kata sang Bapak. "Pada hari kau berhasil
mengendalikan sifat mu itu, maka cabutlah satu paku yang tertancap dari
kamarmu itu." Sekali lagi anak itu menurut, Dia sungguh-sungguh berupaya
mengendalikan sifatnya itu. Dia berhasil. Hingga suatu hari Ia dapat
mencabut semua paku dalam kamarnya. Bapaknya tersenyum, bangga. "
Nak, kau telah berhasil mengendalikan diri mu," pujinya. "Paku-paku itu
telah hilang dari kamarmu. Tapi lihatlah bekas-bekasnya takkan bisa
kauhilangkan."
Bapak bijak itu ingin mengajarkan pada anaknya, bahwa selalu ada dampak dari setiap tindakan."Kau memang telah memperbaiki sikapmu, tapi akibatnya pada orang lain tak bisa kauhilangkan."
Memang, maaf tak menyembuhkan luka. "to forgive but not to forget," kata orang inggris. Kita dapat memaafkan kesalahan orang lain, tetapi tidak dapat melupakannya.
Ucapan seolah menjadibarang ringan. meluncur begitu saja , tanpa beban.
Ini sungguh tak sebanding dengan akibatnya. Sifat Irreversible
dari komunikasi mengajarkan kita untuk menimbang segala pesan yang kita
keluarkan. Ada pelajaran bijak dari seorang pemuda murid Imam Sya'bi,
seorang syekh yang terkenal di Basrah.Pemuda ini terkenal lebih banyak
diam, sehingga membuat gurunya heran. "Kenapa engkau sering diam, tak
seperti teman-temanmu yang lain?" kata sang Imam. Anak muda itu
menjawab,"Aku diam, maka aku selamat. Aku mendengarkan, maka aku tahu.
Sesungguhnya manusia itu mempunyai bagian masing-masing. Di telinganya,
bagian untuknya. Di lidahnya bagian itu untuk orang lain. Seseorang
yang terpeleset kakinya, ia akan sembuh dalam waktu yang tidak lama,
tetapi apabila ia terpeleset akibat perkatannya, bisa saja ia kehilangan
kepalanya."
Lidah memang tak bertulang, tapi sering kali ketajamannya tak kalah dengan pedang.
Inspirasi: Tarbawi : E.S
Tidak ada komentar:
Posting Komentar